Umum

Minggu, 11 September 2011

Imam Hanafi (Abu Hanifah Nu'man Ibnu Tsabit Al-Kufi)

Imam Abu Hanifah yang dikenal dengan dengan sebutan Imam Hanafi bernama asli Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit Al Kufi, lahir di Irak pada tahun 80 Hijriah (699 M), pada masa kekhalifahan Bani Umayyah Abdul Malik bin Marwan. Beliau digelari Abu Hanifah (suci dan lurus) karena kesungguhannya dalam beribadah sejak masa kecilnya, berakhlak mulia serta menjauhi perbuatan dosa dan keji. dan mazhab fiqhinya dinamakan Mazhab Hanafi. Gelar ini merupakan berkah dari doa Ali bin Abi Thalib r.a, dimana suatu saat ayahnya (Tsabit) diajak oleh kakeknya (Zauti) untuk berziarah ke kediaman Ali r.a yang saat itu sedang menetap di Kufa akibat pertikaian politik yang mengguncang ummat islam pada saat itu, Ali r.a mendoakan agar keturunan Tsabit kelak akan menjadi orang orang yang utama di zamannya, dan doa itu pun terkabul dengan hadirnya Imam hanafi, namun tak lama kemudian ayahnya meninggal dunia.


Pada masa remajanya, dengan segala kecemerlangan otaknya Imam Hanafi telah menunjukkan kecintaannya kepada ilmu pengetahuan, terutama yang berkaitan dengan hukum islam, kendati beliau anak seorang saudagar kaya namun beliau sangat menjauhi hidup yang bermewah mewah, begitu pun setelah beliau menjadi seorang pedagang yang sukses, hartanya lebih banyak didermakan ketimbang untuk kepentingan sendiri.

Disamping kesungguhannya dalam menuntut ilmu fiqh, beliau juga mendalami ilmu tafsir, hadis, bahasa arab dan ilmu hikmah, yang telah mengantarkannya sebagai ahli fiqh, dan keahliannya itu diakui oleh ulama ulama di zamannya, seperti Imam hammad bin Abi Sulaiman yang mempercayakannya untuk memberi fatwa dan pelajaran fiqh kepada murid muridnya. Keahliannya tersebut bahkan dipuji oleh Imam Syafi’i ” Abu Hanifah adalah bapak dan pemuka seluruh ulama fiqh “. karena kepeduliannya yang sangat besar terhadap hukum islam, Imam Hanafi kemudian mendirikan sebuah lembaga yang di dalamnya berkecimpung para ahli fiqh untuk bermusyawarah tentang hukum hukum islam serta menetapkan hukum hukumnya dalam bentuk tulisan sebagai perundang undangan dan beliau sendiri yang mengetuai lembaga tersebut. Jumlah hukum yang telah disusun oleh lembaga tersebut berkisar 83 ribu, 38 ribu diantaranya berkaitan dengan urusan agama dan 45 ribu lainnya mengenai urusan dunia.

Metode yang digunakan dalam menetapkan hukum (istinbat) berdasarkan pada tujuh hal pokok :
1. Al Quran sebagai sumber dari segala sumber hukum.
2. Sunnah Rasul sebagai penjelasan terhadap hal hal yang global yang ada dalam Al Quran.
3. Fatwa sahabat (Aqwal Assahabah) karena mereka semua menyaksikan turunnya ayat dan mengetahui asbab nuzulnya serta asbabul khurujnya hadis dan para perawinya. Sedangkan fatwa para tabiin tidak memiliki kedudukan sebagaimana fatwa sahabat.
4. Qiyas (Analogi) yang digunakan apabila tidak ada nash yang sharih dalam Al Quran, Hadis maupun Aqwal Asshabah.
5. Istihsan yaitu keluar atau menyimpang dari keharusan logika menuju hukum lain yang menyalahinya dikarenakan tidak tepatnya Qiyas atau Qiyas tersebut berlawanan dengan Nash.
6. Ijma’ yaitu kesepakatan para mujtahid dalam suatu kasus hukum pada suatu masa tertentu.
7. ‘Urf yaitu adat kebiasaan orang muslim dalam suatu masalah tertentu yang tidak ada nashnya dalam Al Quran, Sunnah dan belum ada prakteknya pada masa sahabat.

Karya besar yang ditinggalkan oleh Imam hanafi yaitu Fiqh Akhbar, Al ‘Alim Walmutam dan Musnad Fiqh Akhbar.

Imam Malik

Imam malik bernama lengkap Abu Abdullah Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir bin Amr bin Haris bin Gaiman bin Kutail bin Amr bin Haris Al Asbahi, lahir di Madinah pada tahun 712-796 M. Berasal dari keluarga Arab yang terhormat dan berstatus sosial yang tinggi, baik sebelum datangnya islam maupun sesudahnya, tanah asal leluhurnya adalah Yaman, namun setelah nenek moyangnya menganut islam mereka pindah ke Madinah, kakeknya Abu Amir adalah anggota keluarga pertama yang memeluk agama islam pada tahun ke dua Hijriah.


Kakek dan ayahnya termasuk ulama hadis terpandang di Madinah, oleh sebab itu, sejak kecil Imam Malik tak berniat meninggalkan Madinah untuk mencari ilmu, karena beliau merasa Madinah adalah kota sumber ilmu yang berlimpah dengan ulama ulama besarnya. Imam Malik menekuni pelajaran hadis kepada ayah dan paman pamannya juga pernah berguru pada ulama ulama terkenal seperti Nafi’ bin Abi Nuaim, Ibnu Syihab Al Zuhri, Abu Zinad, Hasyim bin Urwa, Yahya bin Said Al Anshari, Muhammad bin Munkadir, Abdurrahman bin Hurmuz dan Imam Ja’far AsShadiq.

Kecintaannya kepada ilmu menjadikan hampir seluruh hidupnya diabdikan dalam dunia pendidikan, tidak kurang empat Khalifah, mulai dari Al Mansur, Al Mahdi, Harun Arrasyid dan Al Makmun pernah jadi muridnya, bahkan ulama ulama besar Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’i pun pernah menimba ilmu darinya, menurut sebuah riwayat disebutkan bahwa murid Imam Malik yang terkenal mencapai 1.300 orang. Ciri pengajaran Imam malik adalah disiplin, ketentraman dan rasa hormat murid terhadap gurunya.

Karya Imam malik terbesar adalah bukunya Al Muwatha’ yaitu kitab fiqh yang berdasarkan himpunan hadis hadis pilihan, menurut beberapa riwayat mengatakan bahwa buku Al Muwatha’ tersebut tidak akan ada bila Imam Malik tidak dipaksa oleh Khalifah Al Mansur sebagai sangsi atas penolakannya untuk datang ke Baghdad, dan sangsinya yaitu mengumpulkan hadis hadis dan membukukannya, Awalnya imam Malik enggan untuk melakukannya, namun setelah dipikir pikir tak ada salahnya melakukan hal tersebut Akhirnya lahirlah Al Muwatha’ yang ditulis pada masa khalifah Al Mansur (754-775 M) dan selesai di masa khalifah Al Mahdi (775-785 M), semula kitab ini memuat 10 ribu hadis namun setelah diteliti ulang, Imam malik hanya memasukkan 1.720 hadis. Selain kitab tersebut, beliau juga mengarang buku Al Mudawwanah Al Kubra.

Imam malik tidak hanya meninggalkan warisan buku, tapi juga mewariskan Mazhab fiqhinya di kalangan sunni yang disebut sebagai mazhab Maliki, Mazhab ini sangat mengutamakan aspek kemaslahatan di dalam menetapkan hukum, sumber hukum yang menjadi pedoman dalam mazhab Maliki ini adalah Al Quran, Sunnah Rasulullah, Amalan para sahabat, Tradisi masyarakat Madinah, Qiyas dan Al Maslaha Al Mursal ( kemaslahatan yang tidak didukung atau dilarang oleh dalil tertentu.

Imam Syafi'i

Imam Syafi’i bernama lengkap Abu Abdullah Muhammad bin Idris As Syafi’i, lahir di Gaza, Palestina pada tahun 150 Hijriah (767-820 M), berasal dari keturunan bangsawan Qurays dan masih keluarga jauh rasulullah SAW. dari ayahnya, garis keturunannya bertemu di Abdul Manaf (kakek ketiga rasulullah) dan dari ibunya masih merupakan cicit Ali bin Abi Thalib r.a. Semasa dalam kandungan, kedua orang tuanya meninggalkan Mekkah menuju palestina, setibanya di Gaza, ayahnya jatuh sakit dan berpulang ke rahmatullah, kemudian beliau diasuh dan dibesarkan oleh ibunya dalam kondisi yang sangat prihatin dan seba kekurangan, pada usia 2 tahun, ia bersama ibunya kembali ke mekkah dan di kota inilah Imam Syafi’i mendapat pengasuhan dari ibu dan keluarganya secara lebih intensif.


Saat berusia 9 tahun, beliau telah menghafal seluruh ayat Al Quran dengan lancar bahkan beliau sempat 16 kali khatam Al Quran dalam perjalanannya dari Mekkah menuju Madinah. Setahun kemudian, kitab Al Muwatha’ karangan imam malik yang berisikan 1.720 hadis pilihan juga dihafalnya di luar kepala, Imam Syafi’i juga menekuni bahasa dan sastra Arab di dusun badui bani hundail selama beberapa tahun, kemudian beliau kembali ke Mekkah dan belajar fiqh dari seorang ulama besar yang juga mufti kota Mekkah pada saat itu yaitu Imam Muslim bin Khalid Azzanni. Kecerdasannya inilah yang membuat dirinya dalam usia yang sangat muda (15 tahun) telah duduk di kursi mufti kota Mekkah, namun demikian Imam Syafi’i belum merasa puas menuntut ilmu karena semakin dalam beliau menekuni suatu ilmu, semakin banyak yang belum beliau mengerti, sehingga tidak mengherankan bila guru Imam Syafi’i begitu banyak jumlahnya sama dengan banyaknya para muridnya.

Meskipun Imam Syafi’i menguasai hampir seluruh disiplin ilmu, namun beliau lebih dikenal sebagai ahli hadis dan hukum karena inti pemikirannya terfokus pada dua cabang ilmu tersebut, pembelaannya yang besar terhadap sunnah Nabi sehingga beliau digelari Nasuru Sunnah (Pembela Sunnah Nabi). Dalam pandangannya, sunnah Nabi mempunyai kedudukan yang sangat tinggi, malah beberapa kalangan menyebutkan bahwa Imam Syafi’i menyetarakan kedudukan sunnah dengan Al Quran dalam kaitannya sebagai sumber hukum islam, karena itu, menurut beliau setiap hukum yang ditetapkan oleh rasulullah pada hakekatnya merupakan hasil pemahaman yang diperoleh Nabi dari pemahamannya terhadap Al Quran. Selain kedua sumber tersebut (Al Quran dan Hadis), dalam mengambil suatu ketetapan hukum, Imam Syafi’i juga menggunakan Ijma’, Qiyas dan istidlal (penalaran) sebagai dasar hukum islam.

Berkaitan dengan bid’ah, Imam Syafi’i berpendapat bahwa bid’ah itu terbagi menjadi dua macam, yaitu bid’ah terpuji dan sesat, dikatakan terpuji jika bid’ah tersebut selaras dengan prinsip prinsip Al Quran dan Sunnah dan sebaliknya. dalam soal taklid, beliau selalu memberikan perhatian kepada murid muridnya agar tidak menerima begitu saja pendapat pendapat dan hasil ijtihadnya, beliau tidak senang murid muridnya bertaklid buta pada pendapat dan ijtihadnya, sebaliknya malah menyuruh untuk bersikap kritis dan berhati hati dalam menerima suatu pendapat, sebagaimana ungkapan beliau ” Inilah ijtihadku, apabila kalian menemukan ijtihad lain yang lebih baik dari ijtihadku maka ikutilah ijtihad tersebut “.

Diantara karya karya Imam Syafi’i yaitu Al Risalah, Al Umm yang mencakup isi beberapa kitabnya, selain itu juga buku Al Musnadberisi tentang hadis hadis rasulullahyang dihimpun dalam kitab Umm serta ikhtilaf Al hadis.

Jabir Ibnu Hayyan (Geber)

Tokoh besar yang dikenal sebagai “the father of modern chemistry”. Jabir Ibn Hayyan (keturunan Arab, walaupun sebagian orang menyebutnya keturunan Persia), merupakan seorang muslim yang ahli dibidang kimia, farmasi, fisika, filosofi dan astronomi.Jabir Ibn Hayyan (yang hidup di abad ke-7) telah mampu mengubah persepsi tentang berbagai kejadian alam yang pada saat itu dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat diprediksi, menjadi suatu ilmu sains yang dapat dimengerti dan dipelajari oleh manusia.


Penemuan-penemuannya di bidang kimia telah menjadi landasan dasar untuk berkembangnya ilmu kimia dan tehnik kimia modern saat ini.

Jabir Ibn Hayyan-lah yang menemukan asam klorida, asam nitrat, asam sitrat, asam asetat, tehnik distilasi dan tehnik kristalisasi. Dia juga yang menemukan larutan aqua regia (dengan menggabungkan asam klorida dan asam nitrat) untuk melarutkan emas.

Jabir Ibn Hayyan mampu mengaplikasikan pengetahuannya di bidang kimia kedalam proses pembuatan besi dan logam lainnya, serta pencegahan karat. Dia jugalah yang pertama mengaplikasikan penggunaan mangan dioksida pada pembuatan gelas kaca.

Jabir Ibn Hayyan juga pertama kali mencatat tentang pemanasan wine akan menimbulkan gas yang mudah terbakar. Hal inilah yang kemudian memberikan jalan bagi Al-Razi untuk menemukan etanol.

Jika kita mengetahui kelompok metal dan non-metal dalam penggolongan kelompok senyawa, maka lihatlah apa yang pertamakali dilakukan oleh Jabir. Dia mengajukan tiga kelompok senyawa berikut:
1) “Spirits“ yang menguap ketika dipanaskan, seperti camphor, arsen dan amonium klorida.
2) “Metals” seperti emas, perak, timbal, tembaga dan besi; dan
3) “Stones” yang dapat dikonversi menjadi bentuk serbuk.
Salah satu pernyataannya yang paling terkenal adalah: “The first essential in chemistry, is that you should perform practical work and conduct experiments, for he who performs not practical work nor makes experiments will never attain the least degree of mastery.”

Pada abad pertengahan, penelitian-penelitian Jabir tentang Alchemy diterjemahkan kedalam bahasa Latin, dan menjadi textbook standar untuk para ahli kimia eropa. Beberapa diantaranya adalah Kitab al-Kimya (diterjemahkan oleh Robert of Chester – 1144) dan Kitab al-Sab’een (diterjemahkan oleh Gerard of Cremona – 1187). Beberapa tulisa Jabir juga diterjemahkan oleh Marcelin Berthelot kedalam beberapa buku berjudul: Book of the Kingdom, Book of the Balances dan Book of Eastern Mercury. Beberapa istilah tehnik yang ditemukan dan digunakan oleh Jabir juga telah menjadi bagian dari kosakata ilmiah di dunia internasional, seperti istilah “Alkali”, dsb.

LINK DOWNLOAD FILM ASSASSIN

VVVVVVVVVVVVVVVVVV
Download Assassin Movie Here

Al-Kindi The Good Great Grand Phylosof

.
A. RIWAYAT HIDUP
Al-Kindi seorang filosof muslim pertama. Lahir di Kufah (Irak) pada 185 H/801 M. Nama lengkap Al-Kindi adalah Abu Yusuf Ya‘kub Ishaq Ibn Shabah Ibn Imran Ibn Al-Asy‘ats Ibn Qais Al-Kindi. Ia keturunan dari suku “Kindah”, di Jazirah Arabia Selatan. Ayahnya, Ibn Ishaq Ibn Shabah adalah Amir kota Kufah pada tiga Khalifah Abbasiyah : Al-Mahdi, Al-Hadi, dan Harun Al-Rasyid.
Pendidikan Al-Kindi dimulai dari belajar baca tulis, berhitung, dan menghafal Alqur’an. Memasuki masa remaja ia belajar bahasa dan sastra Arab, fikih dan ilmu kalam. Kemudian ia mencurahkan perhatiannya belajar ilmu kimia dan berbagai ilmu lainnya termasuk filsafat yang berkembang di Kufah dan mendapat dukungan dari Khalifah Al-Ma‘mun. Untuk pengembangan ilmunya dan filsafat, ia belajar bahasa Suryani dan Yunani, karena kedua ilmu tersebut banyak menggunakan kedua bahasa dimaksud. Selain itu, ia juga menyuruh orang untuk menerjemahkan buku-buku dari berbagai bahasa untuk dikoleksi dalam perpustakaan pribadinya ( Maktabah al-Kindiyyah ). Ia bekerja di istana selama Khalifah Al-M‘amun dan Al-Mu‘tashim. Ia wafat pada 260 H/873 M.
B. KARYA-KARYA AL-KINDI
Hasil karya Al-Kindi meliputi berbagai ilmu seperti filsafat, logika, psikologi, astronomi, kedokteran, kimia, matematika, politik, optika, dan lain-lain.
Al-Abu Makaritsi menerbitkan seluruh karya al-Kindi, baik yang dicetak, ditulis tangan, maupun hasil terjemahan. Diantara karyanya yaitu:
1) Kitab al-Qaul fî al-Nafs,
2) Kalam fî al-Nafs,
3) Mâhiyah al-Naum wa al-Ru’yâ (Substansi Tidur dan Mimpi),
4) Fî al-‘Aql,
5) al-HÎlah li Daf‘i al-Ahzân (Kiat Melawan Kesedihan),
6) Kitâb al-Kindi ilâ al-Mu‘tashim Billah fî al-Falsafah al-Ûlâ
7) Kitâb fî Annahû lâ Tanâlu al-Falsafah Illâ bi al-‘Ilm al-Riyâdhiyyah (Tentang filsafat tidak dapat dicapai kecuali dengan ilmu pengetahuan dan matematika)
8) Kitâb al-Falsafah al-Dâkhilah al Masâ’il al-Manthîqiyyah wa al-Muqtashshah wa Mâ Fauqa al-Thabi‘iyaah (tentang filsafat yang diperkenalkan, logika, dan metafisika), dan banyak lagi yang lainnya.
''Al-Kindi adalah salah satu dari 12 pemikir terbesar di abad pertengahan,'' cetus sarjana Italia era Renaissance, Geralomo Cardano (1501-1575). Di mata sejarawan Ibnu al-Nadim, al-Kindi merupakan manusia terbaik pada zamannya. Ia menguasai beragam ilmu pengetahuan.
Salah seorang penulis buku tentang studi Islam, Henry CorIbn, menggambarkan akhir hayat dari sang filosof Islam. Menurut CorIbn, pada tahun 873, Al-Kindi tutup usia dalam kesendirian dan kesepian. Saat itu, Baghdad tengah dikuasai rezim Al-Mu'tamid. Begitu dia meninggal, buku- buku filsafat yang dihasilkannya banyak yang hilang. Sejarawan Felix Klein-Franke menduga lenyapnya sejumlah karya filsafat Al-Kindi akibat dimusnahkan rezim Al-Mutawakkil yang tak senang dengan paham Mu‘tazilah. Selain itu, papar Klein-Franke, bisa juga lenyapnya karya-karya Al-Kindi akibat ulah serangan bangsa Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan yang membumihanguskan kota Baghdad dan Baitul hikmah. Hingga kini, Al-Kindi tetap dikenang sebagai ilmuwan Islam yang banyak berjasa bagi ilmu pengetahuan dan peradaban manusia.
Di dunia Barat, nama filosof ini relatif kurang dikenal, tapi di dunia Islam namanya sangat harum sebagai filosof asli Arab. Ia dipandang sebagai pemikir yang bisa menjembatani filsafat Yunani dengan filsafat Islam. Dengan itu, Al-Kindi sekaligus memelopori masuknya pengaruh pemikiran asing ke dalam pemikiran Islam.

C. PEMIKIRAN AL-KINDI
1. Keselarasan Agama dengan Filsafat
Al-Kindi sebagai seorang filosof Arab pertama yang bisa mengintegrasikan filsafat dengan agama, menyatakan bahwa factor yang membuat agama dan filsafat tidak saling bertentangan adalah persamaan dalam tujuannya. Agama dan filsafat menerangkan apa yang benar dan baik. Selain itu, agama juga, disamping menggunakan wahyu, sama-sama mempergunakan akal dalam prosesnya seperti halnya filsafat. Oleh karena itu, mempelajari filsafat dan berfilsafat tidak dilarang, bahkan teologi adalah bagian dari filsafat, sedangkan umat Islam diwajibkan mempelajari teologi. Berikut ini alasan rinci keselarasan antara agama dengan akal:
1. Ilmu agama merupakan bagian dari ilmu filsafat,
2. Wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhamad Saw dan kebenaran filsafat saling berkesesuaian.
3. Menuntut ilmu dengan memakai logika diperintahkan oleh agama.
Kebenaran pertama adalah tuhan, maka filsafat yang paling tinggi tingkatannya adalah filsafat tentang ketuhanan.
2. Tentang Wujud Tuhan
Mengenai Ketuhanan, bagi al-Kindi, Tuhan adalah wujud yang sempurna dan tidak didahului wujud lain. Tuhan dalam filsafat al-Kindi tidak termasuk dalam arti aniah atau mahiah. Tidak aniah karena Tuhan tidak termasuk dalam benda-benda yang ada di alam, bahkan Ia adalah Pencipta alam. Ia tidak tersusun dari materi dan bentuk. Tuhan tidak mempunyai hakikat dalam bentuk mahiyah karena Tuhan bukan merupakan genus atau spesies. Tuhan hanya satu dan tidak ada yang serupa dengan Dia. Ia adalah al-Haq al-Awwal dan al-Haq al-Wâhid.
Dalam hal pembuktian adanya Tuhan, al-Kindi mengemukakan dalil-dalil empiris sebagai berikut:
a. Dalil baharu alam (Shifat al-Hudûts).
Bagi al-Kindi, keterbatasan waktu dan gerak merupakan petunjuk terhadap bermulanya dunia dalam waktu (hudûts). Realitas dunia ini tidak mungkin dengan sendirinya menjadi tanda adanya tuhan sebab kehadiran suatu realitas pasti ada sebab yang mendahuluinya. Dunia ini pun demikian, halnya, baik dari segi jisim, gerak maupun segi zaman. Ketiga segi ini tidak dapat saling mendahului dalam wujud, semuanya ada secara bersamaan. Alasan inilah yang menjadikan al-Kindi berkesimpulan bahwa dunia ini baharu dan ada penciptanya (muhdits).
b. Dalil Keragaman dan kesatuan
Sebagai pencipta dunia, sifat Tuhan yang utama adalah Esa (unity). Jika pencipta lebih dari satu, maka masing-masing sekutunya akan membagi karakteristik yang umum dengan yang lain dan antara mereka harus dibedakan dengan beberapa sifat. Akibatnya, pencipta ini haruslah merupakan gabungan. Tetapi sebagai gabungan mesti memerlukan “agen penggabung” karena itu, pencipta dunia haruslah merupakan penyebab yang sebelum ini. Selain itu, wujud seperti itu haruslah tidak bersebab karena sebagai sebab dari segala sesuatu, ia hanya dapat disebabkan oleh dirinya sendiri. Oleh karena itu, Wujud Pertama harus lebih unggul dari segala sesuatu yang lain dan tidak bersekutu dengan sesuatu yang diciptakan. Jadi, ia harus memiliki keesaan, terlepas dari segala keanekaan, susunan, atau korelasi dengan yang lain.
c. Dalil pengendalian alam
Mengenai kekuasaan Tuhan dan kebijaksanaan-Nya apabila direnungkan, kita dipenuhi rasa kagum karena begitu rasional dan harmonis penataan alam semesta ini. Keadaan seperti ini tidak mungkin terjadi dengan sendirinya. Pasti ada pengaturnya di belakang semua keteraturan ini. Dialah Sang Pencipta Allah Swt.
3. Tentang Kosmologi
Mngenai hal ini, al-Kindi berpendapat bahwa alam ini diciptakan dari asalnya tiada menjadi ada. Alah tidak hanya menciptakannya saja tetapi juga mengendalikan dan mengaturnya serta menjadikan sebagian yang lain sebab yang lainnya. Dalam alam ini terdapat gerak menjadikan dan gerak merusak (al-Kaun wa al-Fasâd). Dalam bukunya, al-Ibânah, al-Kindi menyebutkan sebab gerak apabila terhimpun empat sebab (‘ìllat), yaitu: sebab material (al-Unshûriyyah), sebab bentuk (al-Shûriyyah), Sebab pembuat (al-Fâ‘ilah), baik yang bersifat dekat maupun jauh, dan sebab tujuan atau manfaat (al-Tammiyyah).
4. Tentang Jiwa (al-Nafs)
Di dalam al-Qur’an disebutkan
فإذا سويته و نفخت فيه من روحي فقعوا له ساجدين (ص:72
“Maka apabila aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, Maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud” (Q.S Shad: 72)
Apakah yang ruh yang Allah Swt tiupkan ke dalam tubuh makhluknya itu merupakan tiupan ruh yang meninggalkan tuhan dan kemudian bersatu dengan manusia;intinya terjadi pembelahan sifat tuhan? Hal ini sungguh tidak akan pernah terjadi sebagaimana firman Allah swt:
ليس كمثله شيئ و هو السميع البصير
(الشورى42: 11)
“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan melihat.” (Al-Syûrâ 42: 11)
Jika tuhan seperti halnya pertanyaan di atas, maka tuhan tidak ada bedanya dengan matahari, sedangkan matahari adalah makhluk. Adalah benar jika matahari berkata,”Aku telah memberikan sinarku pada bumi”, sinar yang dipancarkan ke bumi merupakan bagian dari matahri itu sendiri. Adapun Allah Swt, sesungguhnya Dia Maha Suci dari penyamaan-Nya dengan makhluk.
al-Kindi mendefinisikan jiwa sebagai kesempurnaan awal bagi fisik yang bersifat alamiah, mekanistik, dan memiliki kehidupan yang energik, atau kesempurnaan fisik alami yang memiliki alat dan mengalami kehidupan.
Jiwa akan tetap kekal setelah kematian. Ia pindah ke alam kebenaran yang di dalamnya terdapat nûr Sang Pencipta. Di tempat itu, ia ia sangat dekat dengan Sang Pencipta sehinnga mampu mengetahui segala hal, yaitu mengetahui setiap yang nyata dan bukan nyata, rahasia atau bukan rahasia.
5. Tentang Perbuatan
Dalam hal ini, Al-Kindi berpendapat sebagaimana yang dipegang oleh Mu‘tazilah, yaitu tawallud. Istilah Tawallud berkaitan dengan perbuatan hamba, bahwasanya perbuatan itu terbagi dua. Pertama, perbuatan langsung yang merupakan perbuatan yang secara primer mengakibatkan suatu tindakan. Kedua, perbuatan tidak langsung yang merupakan unsur sekunder (al-Af‘âl al-Mutwallidah).
Abu Hudzail al-‘Allaf mengatakan bahwa perbuatan yang timbul (tawallud) yang diketahui prosesnya, baik itu di luar maupun di dalam diri kita merupakan perbuatan kita. Sedangkan perbuatan yang prosesnya tidak diketahui prosesnya seperti panas, dingin, warna, dan rasa merupakan perbuatan-perbuatan Allah.
6. Tentang Akal
Akal atau daya rasional fungsinya untuk memahami bentuk-bentuk rasional yang bebas dari materi. Dengan kata lain akal memahami hal-hal yang bersifat Kulliyyat (keseluruhan) seperti spesies dan genus.
Al-Kindi membedakan akal menjadi empat bentuk yang sebenarnya merupakan tahapan-tahapan nproses pemahaman hal-hal yang rasional. Tahap-Tahapan itu adalah:
a. Akal yang selau aktif. Akal ini merupakan inti (‘illah) semua akal dan objek pemikiran (ma‘qûlât). Akal yang selalu aktif bukanlah akal yang bersifat eksternal dan berbeda, tetapi ia adalah Allah, atau Akal Pertama bagi makhluk sebagaimana pendapat De Bour.
b. Akal potensial, yaitu kesiapan yang ada pada manusia untuk memahami hal-hal yang rasional.
c. Akal yang berubah di dalam jiwa, dari potensial menjadi aktual. Ketika jiwa memahami hal-hal yang rasional dan abstrak (al-Kulliyyat), maka jiwa menyatu dengannya. Akhirnya, hal-hal yang rasional dan akal menjadi sesuatu yang sama. Ketika pemahaman tentang hal-hal yang rasional terjadi, maka sesungguhnya jiwa setelah itu mampu memanggilnya kapan saja ia mau, seperti daya menulis pada penulis yang dapat menulis kapan saja ia mau.
d. Akal lahir. Jika akal serius memahami hal-hal yang rasional atau menubahnya menjadi yang lain, maka pada saat itu ia disebut akal lahir. Artinya, pemahaman akal mejadi lahir dengan sendirinya dari satu sisi dan menjadi lahir bagi orang lain di sisi yang lain. Dengan demikian, semakin jelas bahwa akal dalam pandangan al-Kindi adalah suatu potensi yang terdpat di dalam jiwa dan berubah menjadi aktual karean pengaruh sesuatu yang diakalkan itu sendiri. Saat akal ini berada di dalam jiwa, ia dianggap sebagai qunyah atau malakah (bakat) atau akal yang bernama fi‘il mustafâd (tindakan yang diperoleh).
7. Tentang Pengetahuan
Menurut al-Kindi, pengetahuan tebagi menjadi dua macam, yaitu pengetahuan yang bersifat inderawi dan pengetahuan yang bersifat rasional. Pengetahuan inderawi hanya memahami bentuk lahir dari segala sesuatu. Ia terdapat pada hewan dan manusia. Sedangkan pengetahuan rasional adalah pengetahuan yang dapat menembus hakikat segala sesuatu. Pengetahuan ini hanya ada pada diri manusia.
8. Tentang Tidur dan Mimpi
Al-Kindi mendefinisikan tidur sebagai berikut:
“Tidur adalah membiarkan penggunaan jiwa untuk semua alat indera. Jika kita tidak melihat, tidak mendengar, tidak meraba, dan sebagainya, tanpa sebab penyakit yang biasa dan kita dalam keadaan normal, maka kita disebut sedang tidur”
Tidur sangat bermanfaat bagi manusia dan hewan karean tidur mempengaruhi anggota tubuh untuk tidak bergerak, membuat pencernaan berfungsi penuh untuk mencerna dan memberi kesempatan badan menyerap makanan yang masuk ke dalamnya serta membantunya menghilangkan kelelahan.
Sedangkan mimpi menurut beliau adalah proses pemanfaatan pikiran oleh jiwa dan proses peniadaan pemanfaatan pikiran oleh indera. Jika manusia tertidur pulas dan fungsi inderanya beristirahat, maka semua hal yang masuk ke dalam pikiran pada saat tidur gambarannya yang bersifat inderawi akan muncul di dalam fantasi (al-Quwwah al-Mushawwarah) dan gambaran inderawi ini akan tampak lebih nyata dan lebih kuat dibanding ketika sadar. Lalu darinya muncul mimpi dan angan-angan.
Al-Kindi berbicara tentang empat masalah mimpi dan menafsirkan sebab-sebab terjadinya. Empat macam mimpi ini adalah:
a. Al-Ru’yâ al-Tanbi’iyyah, yaitu mimpi di mana orang melihat segala sesuatu yang belum terjadi.
b. Al-Ru’yâ al-Ramziyyah, yaitu mimpi di mana orang melihat segala sesuatu yang menunujukkan atas sesuatu yang lain atau melambangkan sesuatu yang lain.
c. Mimpi di mana orang melihat sesuatu yang menunjukkan atas kebalikannya.
d. Mimpi di mana orang melihat sesuatu yang tidak benar.
9. Tentang Kebahagiaan
Kebahagiaan dalam pandangan al-Kindi bukanlah dengan mencapai keinginan dan kesukaan yang bersifat inderawi, duniawi, dan artifisial. Tetapi kebahagiaan diperoleh melaui pencapaian keinginan dan kesukaan yang bersifat rasional, baik dalam meneliti, memikirkan, membedakan, dan mengenalkan hakikat segala sesuatu.
UNTUK LEBIH LENGKAPNYA SILAHKAN DOWNLOAD MAKALAH KAMI
http://www.4shared.com/file/195845457/44fe9d7a/AL-KINDY.html

Al-Khawarizmi Penemu Rumusan Al-Jabar

Nama Asli dari al-Khawarizmi ialah Muhammad Ibn Musa al-khawarizmi. Selain itu beliau dikenali sebagai Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Yusoff. Al-Khawarizmi dikenal di Barat sebagai al-Khawarizmi, al-Cowarizmi, al-Ahawizmi, al-Karismi, al-Goritmi, al-Gorismi dan beberapa cara ejaan lagi. Beliau dilahirkan di Bukhara.Tahun 780-850M adalah zaman kegemilangan al-Khawarizmi. al-Khawarizmi telah wafat antara tahun 220 dan 230M. Ada yang mengatakan al-Khawarizmi hidup sekitar awal pertengahan abad ke-9M. Sumber lain menegaskan beliau hidup di Khawarism, Usbekistan pada tahun 194H/780M dan meninggal tahun 266H/850M di Baghdad.

Dalam pendidikan telah dibuktikan bahawa al-Khawarizmi adalah seorang tokoh Islam yang berpengetahuan luas. Pengetahuan dan keahliannya bukan hanya dalam bidang syariat tapi di dalam bidang falsafah, logika, aritmatika, geometri, musik, ilmu hitung, sejarah Islam dan kimia.

Al-Khawarizmi sebagai guru aljabar di Eropa

Beliau telah menciptakan pemakaian Secans dan Tangen dalam penyelidikan trigonometri dan astronomi. Dalam usia muda beliau bekerja di bawah pemerintahan Khalifah al-Ma’mun, bekerja di Bayt al-Hikmah di Baghdad. Beliau bekerja dalam sebuah observatory yaitu tempat belajar matematika dan astronomi. Al-Khawarizmi juga dipercaya untuk memimpin perpustakaan khalifah. Beliau pernah memperkenalkan angka-angka India dan cara-cara perhitungan India pada dunia Islam. Beliau juga merupakan seorang penulis Ensiklopedia dalam berbagai disiplin. Al-Khawarizmi adalah seorang tokoh yang pertama kali memperkenalkan aljabar dan hisab. Banyak lagi ilmu pengetahuan yang beliau pelajari dalam bidang matematika dan menghasilkan konsep-konsep matematika yang begitu populer yang masih digunakan sampai sekarang.

PERANAN DAN SUMBANGAN AL-KHAWARIZMI

Sumbangsihnya dalam bentuk hasil karya diantaranya ialah :

1. Al-Jabr wa’l Muqabalah : beliau telah mencipta pemakaian secans dan tangens dalam penyelidikan trigonometri dan astronomi.

2.Hisab al-Jabr wa al-Muqabalah : Beliau telah mengajukan contoh-contoh persoalan matematika dan mengemukakan 800 buah masalah yang sebagian besar merupakan persoalan yang dikemukakan oleh Neo. Babylian dalam bentuk dugaan yang telah dibuktikan kebenarannya oleh al-Khawarizmi.

3.Sistem Nomor : Beliau telah memperkenalkan konsep sifat dan ia penting dalam sistem Nomor pada zaman sekarang. Karyanya yang satu ini memuat Cos, Sin dan Tan dalam penyelesaian persamaan trigonometri , teorema segitiga sama kaki dan perhitungan luas segitiga, segi empat dan lingkaran dalam geometri.

Banyak lagi konsep dalam matematika yang telah diperkenalkan al-khawarizmi . Bidang astronomi juga membuat al-Khawarizmi terkenal. Astronomi dapat diartikan sebagai ilmu falaq [pengetahuan tentang bintang-bintang yang melibatkan kajian tentang kedudukan, pergerakan, dan pemikiran serta tafsiran yang berkaitan dengan bintang].

Pribadi al-Khawarizmi

Kepribadian al-Khawarizmi telah diakui oleh orang Islam maupun dunia Barat. Ini dapat dibuktikan bahawa G.Sarton mengatakan bahwa“pencapaian-pencapaian yang tertinggi telah diperoleh oleh orang-orang Timur….” Dalam hal ini Al-Khawarizmi. Tokoh lain, Wiedmann berkata…." al-Khawarizmi mempunyai kepribadian yang teguh dan seorang yang mengabdikan hidupnya untuk dunia sains".

Beberapa cabang ilmu dalam Matematika yang diperkenalkan oleh al-Khawarizmi seperti: geometri, aljabar, aritmatika dan lain-lain. Geometri merupakan cabang kedua dalam matematika. Isi kandungan yang diperbincangkan dalam cabang kedua ini ialah asal-usul geometri dan rujukan utamanya ialah Kitab al-Ustugusat[The Elements] hasil karya Euklid : geometri dari segi bahasa berasal daripada perkataan yunani iaitu ‘geo’ yang berarti bumi dan ‘metri’ berarti pengukuran. Dari segi ilmu, geometri adalah ilmu yang mengkaji hal yang berhubungan dengan magnitud dan sifat-sifat ruang. Geometri ini dipelajari sejak zaman firaun [2000SM]. Kemudian Thales Miletus memperkenalkan geometri Mesir kepada Yunani sebagai satu sains dalam kurun abad ke 6 SM. Seterusnya sarjana Islam telah menyempurnakan kaidah pendidikan sains ini terutama pada abad ke9M.

Algebra/aljabar merupakan nadi matematika. Karya Al-Khawarizmi telah diterjemahkan oleh Gerhard of Gremano dan Robert of Chaster ke dalam bahasa Eropa pada abad ke-12. sebelum munculnya karya yang berjudul ‘Hisab al-Jibra wa al Muqabalah yang ditulis oleh al-Khawarizmi pada tahun 820M. Sebelum ini tak ada istilah aljabar.