Umum

Minggu, 11 September 2011

Al-Kindi The Good Great Grand Phylosof

.
A. RIWAYAT HIDUP
Al-Kindi seorang filosof muslim pertama. Lahir di Kufah (Irak) pada 185 H/801 M. Nama lengkap Al-Kindi adalah Abu Yusuf Ya‘kub Ishaq Ibn Shabah Ibn Imran Ibn Al-Asy‘ats Ibn Qais Al-Kindi. Ia keturunan dari suku “Kindah”, di Jazirah Arabia Selatan. Ayahnya, Ibn Ishaq Ibn Shabah adalah Amir kota Kufah pada tiga Khalifah Abbasiyah : Al-Mahdi, Al-Hadi, dan Harun Al-Rasyid.
Pendidikan Al-Kindi dimulai dari belajar baca tulis, berhitung, dan menghafal Alqur’an. Memasuki masa remaja ia belajar bahasa dan sastra Arab, fikih dan ilmu kalam. Kemudian ia mencurahkan perhatiannya belajar ilmu kimia dan berbagai ilmu lainnya termasuk filsafat yang berkembang di Kufah dan mendapat dukungan dari Khalifah Al-Ma‘mun. Untuk pengembangan ilmunya dan filsafat, ia belajar bahasa Suryani dan Yunani, karena kedua ilmu tersebut banyak menggunakan kedua bahasa dimaksud. Selain itu, ia juga menyuruh orang untuk menerjemahkan buku-buku dari berbagai bahasa untuk dikoleksi dalam perpustakaan pribadinya ( Maktabah al-Kindiyyah ). Ia bekerja di istana selama Khalifah Al-M‘amun dan Al-Mu‘tashim. Ia wafat pada 260 H/873 M.
B. KARYA-KARYA AL-KINDI
Hasil karya Al-Kindi meliputi berbagai ilmu seperti filsafat, logika, psikologi, astronomi, kedokteran, kimia, matematika, politik, optika, dan lain-lain.
Al-Abu Makaritsi menerbitkan seluruh karya al-Kindi, baik yang dicetak, ditulis tangan, maupun hasil terjemahan. Diantara karyanya yaitu:
1) Kitab al-Qaul fî al-Nafs,
2) Kalam fî al-Nafs,
3) Mâhiyah al-Naum wa al-Ru’yâ (Substansi Tidur dan Mimpi),
4) Fî al-‘Aql,
5) al-HÎlah li Daf‘i al-Ahzân (Kiat Melawan Kesedihan),
6) Kitâb al-Kindi ilâ al-Mu‘tashim Billah fî al-Falsafah al-Ûlâ
7) Kitâb fî Annahû lâ Tanâlu al-Falsafah Illâ bi al-‘Ilm al-Riyâdhiyyah (Tentang filsafat tidak dapat dicapai kecuali dengan ilmu pengetahuan dan matematika)
8) Kitâb al-Falsafah al-Dâkhilah al Masâ’il al-Manthîqiyyah wa al-Muqtashshah wa Mâ Fauqa al-Thabi‘iyaah (tentang filsafat yang diperkenalkan, logika, dan metafisika), dan banyak lagi yang lainnya.
''Al-Kindi adalah salah satu dari 12 pemikir terbesar di abad pertengahan,'' cetus sarjana Italia era Renaissance, Geralomo Cardano (1501-1575). Di mata sejarawan Ibnu al-Nadim, al-Kindi merupakan manusia terbaik pada zamannya. Ia menguasai beragam ilmu pengetahuan.
Salah seorang penulis buku tentang studi Islam, Henry CorIbn, menggambarkan akhir hayat dari sang filosof Islam. Menurut CorIbn, pada tahun 873, Al-Kindi tutup usia dalam kesendirian dan kesepian. Saat itu, Baghdad tengah dikuasai rezim Al-Mu'tamid. Begitu dia meninggal, buku- buku filsafat yang dihasilkannya banyak yang hilang. Sejarawan Felix Klein-Franke menduga lenyapnya sejumlah karya filsafat Al-Kindi akibat dimusnahkan rezim Al-Mutawakkil yang tak senang dengan paham Mu‘tazilah. Selain itu, papar Klein-Franke, bisa juga lenyapnya karya-karya Al-Kindi akibat ulah serangan bangsa Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan yang membumihanguskan kota Baghdad dan Baitul hikmah. Hingga kini, Al-Kindi tetap dikenang sebagai ilmuwan Islam yang banyak berjasa bagi ilmu pengetahuan dan peradaban manusia.
Di dunia Barat, nama filosof ini relatif kurang dikenal, tapi di dunia Islam namanya sangat harum sebagai filosof asli Arab. Ia dipandang sebagai pemikir yang bisa menjembatani filsafat Yunani dengan filsafat Islam. Dengan itu, Al-Kindi sekaligus memelopori masuknya pengaruh pemikiran asing ke dalam pemikiran Islam.

C. PEMIKIRAN AL-KINDI
1. Keselarasan Agama dengan Filsafat
Al-Kindi sebagai seorang filosof Arab pertama yang bisa mengintegrasikan filsafat dengan agama, menyatakan bahwa factor yang membuat agama dan filsafat tidak saling bertentangan adalah persamaan dalam tujuannya. Agama dan filsafat menerangkan apa yang benar dan baik. Selain itu, agama juga, disamping menggunakan wahyu, sama-sama mempergunakan akal dalam prosesnya seperti halnya filsafat. Oleh karena itu, mempelajari filsafat dan berfilsafat tidak dilarang, bahkan teologi adalah bagian dari filsafat, sedangkan umat Islam diwajibkan mempelajari teologi. Berikut ini alasan rinci keselarasan antara agama dengan akal:
1. Ilmu agama merupakan bagian dari ilmu filsafat,
2. Wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhamad Saw dan kebenaran filsafat saling berkesesuaian.
3. Menuntut ilmu dengan memakai logika diperintahkan oleh agama.
Kebenaran pertama adalah tuhan, maka filsafat yang paling tinggi tingkatannya adalah filsafat tentang ketuhanan.
2. Tentang Wujud Tuhan
Mengenai Ketuhanan, bagi al-Kindi, Tuhan adalah wujud yang sempurna dan tidak didahului wujud lain. Tuhan dalam filsafat al-Kindi tidak termasuk dalam arti aniah atau mahiah. Tidak aniah karena Tuhan tidak termasuk dalam benda-benda yang ada di alam, bahkan Ia adalah Pencipta alam. Ia tidak tersusun dari materi dan bentuk. Tuhan tidak mempunyai hakikat dalam bentuk mahiyah karena Tuhan bukan merupakan genus atau spesies. Tuhan hanya satu dan tidak ada yang serupa dengan Dia. Ia adalah al-Haq al-Awwal dan al-Haq al-Wâhid.
Dalam hal pembuktian adanya Tuhan, al-Kindi mengemukakan dalil-dalil empiris sebagai berikut:
a. Dalil baharu alam (Shifat al-Hudûts).
Bagi al-Kindi, keterbatasan waktu dan gerak merupakan petunjuk terhadap bermulanya dunia dalam waktu (hudûts). Realitas dunia ini tidak mungkin dengan sendirinya menjadi tanda adanya tuhan sebab kehadiran suatu realitas pasti ada sebab yang mendahuluinya. Dunia ini pun demikian, halnya, baik dari segi jisim, gerak maupun segi zaman. Ketiga segi ini tidak dapat saling mendahului dalam wujud, semuanya ada secara bersamaan. Alasan inilah yang menjadikan al-Kindi berkesimpulan bahwa dunia ini baharu dan ada penciptanya (muhdits).
b. Dalil Keragaman dan kesatuan
Sebagai pencipta dunia, sifat Tuhan yang utama adalah Esa (unity). Jika pencipta lebih dari satu, maka masing-masing sekutunya akan membagi karakteristik yang umum dengan yang lain dan antara mereka harus dibedakan dengan beberapa sifat. Akibatnya, pencipta ini haruslah merupakan gabungan. Tetapi sebagai gabungan mesti memerlukan “agen penggabung” karena itu, pencipta dunia haruslah merupakan penyebab yang sebelum ini. Selain itu, wujud seperti itu haruslah tidak bersebab karena sebagai sebab dari segala sesuatu, ia hanya dapat disebabkan oleh dirinya sendiri. Oleh karena itu, Wujud Pertama harus lebih unggul dari segala sesuatu yang lain dan tidak bersekutu dengan sesuatu yang diciptakan. Jadi, ia harus memiliki keesaan, terlepas dari segala keanekaan, susunan, atau korelasi dengan yang lain.
c. Dalil pengendalian alam
Mengenai kekuasaan Tuhan dan kebijaksanaan-Nya apabila direnungkan, kita dipenuhi rasa kagum karena begitu rasional dan harmonis penataan alam semesta ini. Keadaan seperti ini tidak mungkin terjadi dengan sendirinya. Pasti ada pengaturnya di belakang semua keteraturan ini. Dialah Sang Pencipta Allah Swt.
3. Tentang Kosmologi
Mngenai hal ini, al-Kindi berpendapat bahwa alam ini diciptakan dari asalnya tiada menjadi ada. Alah tidak hanya menciptakannya saja tetapi juga mengendalikan dan mengaturnya serta menjadikan sebagian yang lain sebab yang lainnya. Dalam alam ini terdapat gerak menjadikan dan gerak merusak (al-Kaun wa al-Fasâd). Dalam bukunya, al-Ibânah, al-Kindi menyebutkan sebab gerak apabila terhimpun empat sebab (‘ìllat), yaitu: sebab material (al-Unshûriyyah), sebab bentuk (al-Shûriyyah), Sebab pembuat (al-Fâ‘ilah), baik yang bersifat dekat maupun jauh, dan sebab tujuan atau manfaat (al-Tammiyyah).
4. Tentang Jiwa (al-Nafs)
Di dalam al-Qur’an disebutkan
فإذا سويته و نفخت فيه من روحي فقعوا له ساجدين (ص:72
“Maka apabila aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, Maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud” (Q.S Shad: 72)
Apakah yang ruh yang Allah Swt tiupkan ke dalam tubuh makhluknya itu merupakan tiupan ruh yang meninggalkan tuhan dan kemudian bersatu dengan manusia;intinya terjadi pembelahan sifat tuhan? Hal ini sungguh tidak akan pernah terjadi sebagaimana firman Allah swt:
ليس كمثله شيئ و هو السميع البصير
(الشورى42: 11)
“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan melihat.” (Al-Syûrâ 42: 11)
Jika tuhan seperti halnya pertanyaan di atas, maka tuhan tidak ada bedanya dengan matahari, sedangkan matahari adalah makhluk. Adalah benar jika matahari berkata,”Aku telah memberikan sinarku pada bumi”, sinar yang dipancarkan ke bumi merupakan bagian dari matahri itu sendiri. Adapun Allah Swt, sesungguhnya Dia Maha Suci dari penyamaan-Nya dengan makhluk.
al-Kindi mendefinisikan jiwa sebagai kesempurnaan awal bagi fisik yang bersifat alamiah, mekanistik, dan memiliki kehidupan yang energik, atau kesempurnaan fisik alami yang memiliki alat dan mengalami kehidupan.
Jiwa akan tetap kekal setelah kematian. Ia pindah ke alam kebenaran yang di dalamnya terdapat nûr Sang Pencipta. Di tempat itu, ia ia sangat dekat dengan Sang Pencipta sehinnga mampu mengetahui segala hal, yaitu mengetahui setiap yang nyata dan bukan nyata, rahasia atau bukan rahasia.
5. Tentang Perbuatan
Dalam hal ini, Al-Kindi berpendapat sebagaimana yang dipegang oleh Mu‘tazilah, yaitu tawallud. Istilah Tawallud berkaitan dengan perbuatan hamba, bahwasanya perbuatan itu terbagi dua. Pertama, perbuatan langsung yang merupakan perbuatan yang secara primer mengakibatkan suatu tindakan. Kedua, perbuatan tidak langsung yang merupakan unsur sekunder (al-Af‘âl al-Mutwallidah).
Abu Hudzail al-‘Allaf mengatakan bahwa perbuatan yang timbul (tawallud) yang diketahui prosesnya, baik itu di luar maupun di dalam diri kita merupakan perbuatan kita. Sedangkan perbuatan yang prosesnya tidak diketahui prosesnya seperti panas, dingin, warna, dan rasa merupakan perbuatan-perbuatan Allah.
6. Tentang Akal
Akal atau daya rasional fungsinya untuk memahami bentuk-bentuk rasional yang bebas dari materi. Dengan kata lain akal memahami hal-hal yang bersifat Kulliyyat (keseluruhan) seperti spesies dan genus.
Al-Kindi membedakan akal menjadi empat bentuk yang sebenarnya merupakan tahapan-tahapan nproses pemahaman hal-hal yang rasional. Tahap-Tahapan itu adalah:
a. Akal yang selau aktif. Akal ini merupakan inti (‘illah) semua akal dan objek pemikiran (ma‘qûlât). Akal yang selalu aktif bukanlah akal yang bersifat eksternal dan berbeda, tetapi ia adalah Allah, atau Akal Pertama bagi makhluk sebagaimana pendapat De Bour.
b. Akal potensial, yaitu kesiapan yang ada pada manusia untuk memahami hal-hal yang rasional.
c. Akal yang berubah di dalam jiwa, dari potensial menjadi aktual. Ketika jiwa memahami hal-hal yang rasional dan abstrak (al-Kulliyyat), maka jiwa menyatu dengannya. Akhirnya, hal-hal yang rasional dan akal menjadi sesuatu yang sama. Ketika pemahaman tentang hal-hal yang rasional terjadi, maka sesungguhnya jiwa setelah itu mampu memanggilnya kapan saja ia mau, seperti daya menulis pada penulis yang dapat menulis kapan saja ia mau.
d. Akal lahir. Jika akal serius memahami hal-hal yang rasional atau menubahnya menjadi yang lain, maka pada saat itu ia disebut akal lahir. Artinya, pemahaman akal mejadi lahir dengan sendirinya dari satu sisi dan menjadi lahir bagi orang lain di sisi yang lain. Dengan demikian, semakin jelas bahwa akal dalam pandangan al-Kindi adalah suatu potensi yang terdpat di dalam jiwa dan berubah menjadi aktual karean pengaruh sesuatu yang diakalkan itu sendiri. Saat akal ini berada di dalam jiwa, ia dianggap sebagai qunyah atau malakah (bakat) atau akal yang bernama fi‘il mustafâd (tindakan yang diperoleh).
7. Tentang Pengetahuan
Menurut al-Kindi, pengetahuan tebagi menjadi dua macam, yaitu pengetahuan yang bersifat inderawi dan pengetahuan yang bersifat rasional. Pengetahuan inderawi hanya memahami bentuk lahir dari segala sesuatu. Ia terdapat pada hewan dan manusia. Sedangkan pengetahuan rasional adalah pengetahuan yang dapat menembus hakikat segala sesuatu. Pengetahuan ini hanya ada pada diri manusia.
8. Tentang Tidur dan Mimpi
Al-Kindi mendefinisikan tidur sebagai berikut:
“Tidur adalah membiarkan penggunaan jiwa untuk semua alat indera. Jika kita tidak melihat, tidak mendengar, tidak meraba, dan sebagainya, tanpa sebab penyakit yang biasa dan kita dalam keadaan normal, maka kita disebut sedang tidur”
Tidur sangat bermanfaat bagi manusia dan hewan karean tidur mempengaruhi anggota tubuh untuk tidak bergerak, membuat pencernaan berfungsi penuh untuk mencerna dan memberi kesempatan badan menyerap makanan yang masuk ke dalamnya serta membantunya menghilangkan kelelahan.
Sedangkan mimpi menurut beliau adalah proses pemanfaatan pikiran oleh jiwa dan proses peniadaan pemanfaatan pikiran oleh indera. Jika manusia tertidur pulas dan fungsi inderanya beristirahat, maka semua hal yang masuk ke dalam pikiran pada saat tidur gambarannya yang bersifat inderawi akan muncul di dalam fantasi (al-Quwwah al-Mushawwarah) dan gambaran inderawi ini akan tampak lebih nyata dan lebih kuat dibanding ketika sadar. Lalu darinya muncul mimpi dan angan-angan.
Al-Kindi berbicara tentang empat masalah mimpi dan menafsirkan sebab-sebab terjadinya. Empat macam mimpi ini adalah:
a. Al-Ru’yâ al-Tanbi’iyyah, yaitu mimpi di mana orang melihat segala sesuatu yang belum terjadi.
b. Al-Ru’yâ al-Ramziyyah, yaitu mimpi di mana orang melihat segala sesuatu yang menunujukkan atas sesuatu yang lain atau melambangkan sesuatu yang lain.
c. Mimpi di mana orang melihat sesuatu yang menunjukkan atas kebalikannya.
d. Mimpi di mana orang melihat sesuatu yang tidak benar.
9. Tentang Kebahagiaan
Kebahagiaan dalam pandangan al-Kindi bukanlah dengan mencapai keinginan dan kesukaan yang bersifat inderawi, duniawi, dan artifisial. Tetapi kebahagiaan diperoleh melaui pencapaian keinginan dan kesukaan yang bersifat rasional, baik dalam meneliti, memikirkan, membedakan, dan mengenalkan hakikat segala sesuatu.
UNTUK LEBIH LENGKAPNYA SILAHKAN DOWNLOAD MAKALAH KAMI
http://www.4shared.com/file/195845457/44fe9d7a/AL-KINDY.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar